Sejarah Puro Mangkunegaran
Sebelum membaca artikel dibawah ini, writer ingin memberi tahu bahwa sudah banyak sekali artikel sejarah Puro Mangkunegaran. Tetapi artikel writer disini murni dari pembelajaran dan pengalaman writer ketika menjadi tourist guide di Puro Mangkunegaran. Mari kita baca sejarah Puro Mangkunegaran di Solo.
Puro Mangkunegaran adalah sebuah kerajaan otonom yang pernah
berkuasa di wilayah Surakarta sejak
tahun 1757 sampai dengan indonesia merdeka dan pada tahun 1946 Puro Mangkunegaran ditetapkan sebagai situs cagar budaya yang rajanya berkuasa sebagai pemangku adat. Penguasanya adalah dari Dinasti Mataram yang disebut Wangsa Mangkunegaran, yang dimulai dari
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunagoro I (Raden Mas
Said).
Meskipun berstatus otonom yang sama dengan tiga kerajaan
pecahan Mataram lainnya, penguasa Mangkunegaran tidak memiliki otoritas yang sama tinggi dengan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Penguasanya tidak berhak
menyandang gelar "Sunan" ataupun
"Sultan" tetapi
"Pangeran
Adipati Arya".
Pangeran Sambernyawa
sebagai
cikal bakalnya telah
memulai
perjuangan sejak berumur 16 tahun
ketika
panggilan perjuangan memanggilnya. Keulungan Mangkunagoro I dalam kemiliteran sangat teruji ketika Mangkunagoro I harus menghadapi 3 kekuatan gabungan yang terdiri dari pasukan Belanda atau VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), Pakubuwana III dan Pangeran
Mangkubumi
(Sri Sultan Hamengkubuwono I).
Raden Mas
Said adalah putra
dari Kanjeng Pangeran Haryo
Mangkunagoro yang
diasingkan oleh Belanda di Tanjung Harapan Afrika
sampai beliau wafat. Beliau merupakan anak dari
Sunan Amangkurat IV (Raja
Mataram Kartosuro). Raden Mas
Said juga dijuliki sebagai Pangeran
Sambernyawa, julukan tersebut didapat dari para penjajah belanda
karena disetiap perang
Raden Mas Said banyak sekali
membunuh
musuh
-
musuhnya di medan perang. Diusianya yang 16 tahun,
Raden Mas Said sudah
berjuang melawan kepada VOC (Vereenigde Oostindische
Compagnie) dan kaki tangan dari VOC yaitu Pakubuwono
III karena beliau merasa
masih mempunyai hak menjadi putra mahkota. Sebagai puncak perjuangan Raden Mas Said, diadakan Perjanjian Salatiga sebagai jalan perdamaian karena penyerangan yang dilakukan oleh Raden Mas Said membawa dampak yang buruk kepada VOC dan Pakubuwono III
tepatnya pada
tanggal 17 Maret 1757 dan
ditandangani oleh kedua
belah pihak.
Raden Mas Said mendirikan sebuah Praja yang
bernama Praja
Mangkunegaran di sebelah timur Sungai Pepe.
Diberikannya nama Praja Mangkunegaran karena Raden
Mas Said menghormati ayahnya yaitu Kanjeng Pangeran
Haryo Mangkunagoro.
Comments
Post a Comment